Minggu, 22 Maret 2015

PERAN ANREGURUTTA AL-ALIMUL ALLAMAH AL-HAJ MUHAMMAD AS’AD AL-BUQISY SEBAGAI TOKOH PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AS’ADIYAH SENGKANG KABUPATEN WAJO


Peran Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy Sebagai Tokoh Pendidikan Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang Kabupaten Wajo
Oleh: Zainal Arifin 
Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy adalah sosok yang dibesarkan dalam lingkungan ulama, yaitu kakek dan ayahnya adalah seorang ulama yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu dan pendidikan dalam perantauan, kakek dan ayahnya membuka lembaga pendidikan untuk orang-orang yang berasal dari luar Mekkah dari berbagai suku bangsa dan termasuk anak-anak penduduk Mekkah.[1]
Pada tahun 1347 H bertepatan bulan Desember 1928, dalam usia 21 tahun, Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy berangkat meninggalkan tanah kelahirannya Mekah menuju tanah kelahiran nenek moyangnya di Wajo Sulawesi Selatan. Kedatangannya ke Wajo disertai niat untuk memperbaiki masyarakat yang dilanda kerusakan moral dan akidah.[2]
Setelah Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy tiba di Sengkang, ia pun mulai mengadakan pendekatan kepada Arung Matowa, karena Prinsip Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy apabila hendak memperbaiki kerusakan dalam suatu daerah atau negara, haruslah dimulai dari atas, karena yang di bawah atau rakyat mudah mengikut apabila yang memberi contoh adalah orang yang berkuasa atau orang yang dihormati dan dicintai.[3]
Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy memulai usahanya dengan mengadakan pengajian di rumah tempat tinggalnya, setelah peserta didiknya bertambah banyak dan rumah Anregurutta tidak dapat lagi menampung jumlah murid, maka Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy berniat utuk membawa pendidikan yang diasuhnya keluar rumah dengan mengusahakan tempat di serambi masjid Sengkang yaitu pada tahun 1929 M. Perpindahan ini sekaligus mendapatkan peluang untuk melaksanakan keinginannya untuk mengadakan pembaharuan yaitu dari sistem halaqah ke sistem klasikal.
Pembaharuan yang dimaksudkan adalah adanya tambahan ilmu pengetahuan umum yang dipelajari bagi murid-murid yang mempelajari agama Islam, karena pada masa itu sekolah yang memberikan pelajaran umum hanyalah sekolah yang diasuh oleh Belanda. Jadi Anregurutta  al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy mengusahakan penggabungan dua macam kelompok ilmu yang selama ini dihiraukan pada pengajian yang menggunakan sistem halaqah, walaupun buku yang digunakan semuanya berbahasa Arab.[4]
Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy terus berfikir mencari metode yang efisien dan efektif untuk mendidik masyarakat.pada tahun 1357 H (1938M) beliau berhasil menerbitkan majalah pendidikan yang diberi nama al-Dzikra. Penerbitan majalah al-Dzikra ini cukup membantu dalam melancarkan dakwah Islam sampai ke pelosok-pelosok sekitar tiga tahun lamanya. Al-Dzikra berubah nama menjadi al-Mau’azah al-Hasanah pada tahun 1360 (1941).[5]
Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy dapat digolongkan pada tipe kepemimpinan paternalistik kharismatik. Kepemimpinannya yang paternalistik kharismatik ini dapat dilihat pada waktu Madrasah Arabiyah Islamiyah kedatangan guru senior dari luar negeri, seperti Sayyid Abdullah Dahlan Garut dari Mekkah dan Sayyid Ahmad Afifi dari Mesir. Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy mengajak mereka untuk menyusun kurikulum secara bersama-sama dan berusaha memadukan ide dan pendapat teman-temannya tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kesepakatan di antara mereka untuk menjadikan kurikulum MAI berupa gabungan antara kurikulum Dar al-Falah di Mekkah dan kurikulum Dar al-Ulum di Mesir sebagaimana yang mereka telah alami saat belajar pada kedua madrasah tersebut. Hal ini dapat terjadi karena mereka menganggap Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy adalah teman yang dituakan dan lebih senior dalam ilmu pengetahuan karena memiliki multi disiplin ilmu, seperti ilmu ‘arudh, falak, balaghah, mantiq, faraid, ulum al-Qur’an, ulum al-Hadits, ilmu fiqh, ushul fiqh dan ilmu tasawuf.[6]
Kepemimpinan yang dimiliki oleh Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy tumbuh dan berkembang melalui pengaruh generik yang dimilikinya, dan menjadikan dirinya sebagai pemimpin yang disegani baik yang pro pembaharuan maupun tidak. Anregurutta sebagai pemimpin yang menyadari bahwa salah satu di antara sekian tugasnya adalah mengkoordinasikan pekerjaan dan tugas dari semua anggota dengan penuh rasa tanggung jawab dengan keyakinan bahwa kekuatan organisasi tergantung pada peartisipasi aktif setiap anggota dengan kemampuan memanfaatkan keunggulan yang dimiliki oleh setiap anggotanya. Itulah juga sebabnya sehingga Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy memperlakukan teman-teman guru atau muridnya sebagai teman yang saling membutuhkan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy menyadari bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang bersifat materi maupun non materi, lahiriyah dan bathiniyah. Dia adalah guru dan pemimpin yang dihormati dan disegani, mulai dari tingkat atas (Arung Matowa) sampai pada masyarakat biasa.[7]
Sebagaimana disebutkan oleh Sitti Salmiah Dahlan dalam bukunya Rihlah Ilmiah Anregurutta KH. Muhammad As’ad dari Haramain ke Wajo Celebes ketika melakukan wawancara dengan Anregurutta KH. Hamzah Badawi bahwa “guru-guru senior dan guru bantunya melaksanakan tugas yang dibagi-bagikan kepada mereka dengan baik, malah mereka menganggap bahwa tugas itu suatu kehormatan yang diberikan oleh Anregurutta sebagai guru yang menjadi panutan atau oleh pimpinan mereka.[8]
Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy sebagai pimpinan Madrasah Arabiyah Islamiyah Wajo memiliki tipe kepemimpinan yang dapat dikategorikan sebagai tipe paternalistik kharismatik sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Tipe kepemimpinannya ini dapat dilihat pada kemampuannya berperan aktif pada setiap permasalahan yang dihadapi. Anregurutta bukan tipe pemimpin yang otoriter yang memaksakan pendapatnya kepada murid-muridnya. Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy selalu berusaha menempuh cara yang bijaksana apabila memutuskan permasalahan yang berkaitan dengan Madrasah Arabiyah Islamiyah atau hubungan Madrasah dengan organisasi luar, dengan jalan musyawarah.[9]
Dalam mengelola Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI), Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy bukanlah pemimpin yang berperan sebagai pemain tunggal tetapi mampu melibatkan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Kedekatannya dengan Arung Matowa Wajo dan hubungannya yang terjalin baik dengan masyarakat, sangat memudahkan baginya untuk mengadakan musyawarah pada setiap program dan permasalahan yang dihadapinya. Orang-orang yang terlibat bersamanya bekerja tanpa harus dipaksa atau menunggu komando Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy. Murid-murid Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) memang bukanlah semuanya tergolong pada umur remaja seperti pesantren sekarang, tetapi sebagian dari mereka telah berumur dan telah menempuh pendidikan dasar pada pengajian di daerah mereka masing-masing berupa pengajian tradisional (mangaji tudang) yaitu pengajian yang biasa disebut dengan sistem halaqah.[10]
Anregurutta KH. Abduh Pabbajah menjelaskan bahwa peserta didik Madrasah Arabiyah Islamiyah pada umumnya terdiri dari orang yang telah dewasa dan ada di antara mereka yang telah memiliki ilmu dasar agama Islam sebelum mengikuti pendidikan di Madrasah Arabiyah Isamiyah Wajo. Mereka datang ke Sengkang untuk memperdalam ilmu agama Islam dari ulama yang berasal dari pusat agama Islam (Mekkah dan Madinah).[11]
Kemampuan dalam mengelola Madrasah Arabiyah Isamiyah bagi Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy tidak mengalami kesulitan karena telah memiliki pengalaman mengajar dan pengalaman sebagai sekretaris saat belajar ulum al-hadits di Madinah pada Sayid Ahmad al-Syarif al-Sanusi pada tahun 1347H/1928M. Pengalamannya di Madinah mendapat prioritas dari gurunya karena kemampuan dan kecerdasan yang dimliki oleh Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy, maka gurunya tidak hanya memberikan tugas sebagai katib tetapi juga mengajar sebagai guru bantu. Suatu penghormatan bagi murid pada saat itu apabila guru memberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugas tertentu dalam pengembangan dan pemeliharaan ilmu.[12]
Sebagai ulama dan tokoh pendidikan yang mendirikan Pondok Pesantren As’adiyah, Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy dikenal sebagai tokoh yang mampu memanfaatkan situasi dan kondisi. Contohnya apabila ada ulama dari luar Sulawesi atau dari luar negeri yang datang berkunjung sebagai tamu untuk menyaksikan perkembangan Madrasah Arabiyah Islamiyah, maka para santri dan masyarakat dikumpulkan untuk mengikuti ceramah agama Islam, yang lazim disebut saat ini dengan ceramah umum dari dosen tamu. Ulama Timur Tengah dan ulama dari Johor Malaysia yang mengadakan kunjungan persahabatan ke Wajo, dimanfaatkan untuk memberikan kuliah umum dan mengajar di Madrasah Arabiyah Islamiyah selama berada di Sengkang Wajo. Ulama Timur Tengah ini juga diatur jadwal ceramahnya di Masjid Jami’ pada waktu itu. Ulama kesohor itu antara lain Sayid Abdul Aziz al-Yamani dari Yaman, Syekh Hasan al-Yamani dari Yaman, Syekh Muhammad Dahlan al-Mishri dari Mesir, Sayid Mahmud dari Madinah, Sayid Ibnu Juldan dari Mekkah, Sayid Sulaiman dari Mekkah, dan Syekh Firdaus dari Johor Malaysia.[13]
Kedatangan guru atau sebutan sekarang adalah dosen tamu itu cukup membantu mempromosikan Madrasah Arabiyah Islamiyah ke luar daerah Wajo, karena semua tamu yang berkunjung ke Wajo harus melewati beberapa daerah mulai dari Makasar sebagai ibu kota provinsi.[14]
Sebagai pimpinan Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI), Anregurutta KH. Muhammad As’ad juga dapat digolongkan sebagai ulama yang kreatif dan produktif. Hal ini dapat dilihat dari hasil karyanya, yaitu menulis beberapa buku pelajaran untuk bahan pembelajaran bagi murid-muridnya dan sekaligus menjadi bahan bacaan bagi masyarakat.[15] Berikut kitab hasil karya Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy:
1.         Kitab al-Ibanat al-Bugisiyyah ‘an Sullam al-Diyanah al-Islamiyayah
2.         Kitab al-Aqa’id
3.         Kitab Izhar al-Haqiqiyyah
4.         Kitab Irsyad al-Ammah
5.         Kitab Sabil al-Sawab
6.         Kitab Mursid al-Shuwwam ila ba’d Ahkam al-Siyam
7.         Kitab al-Barahin al-Jaliyyah fi Isytirat Kawn al-Khutbat bi al-‘Arabiyyah
8.         Kitab al-Ajwibah al-Mardyyah ‘ala man Radd al-Barahin al-Jaliyyah fi Isytirat Kawn al-Khutbat bi al-‘Arabiyyah
9.         Kitab al-Qawl al-Maqbul fi Sihhat al-Isidlal ‘ala Wujub Ittiba’ al-Salaf fi al-Khutbah ‘ala al-Nahw al-Mansub
10.     Kitab Nibras al-Nasik fi ma Yahimm min al-Manasik
11.     Kitab  Sullam al-Usul
12.     Kitab Nail al-Ma’mul ‘ala Nazm Sullam al-Usul fi Usul al-Fiqh.
13.     Kitab al-Zakah
14.     Kitab Salah al-Raiyyat wa al-Ru’at fi Iqam al-Salat wa Ita’ al-Zakah
15.     Kitab Wasiyyat Qayyimah fi al-Haqq
16.     Kitab Hajat al-‘Aql ila al-Din
17.     Kitab al-Qawl al-Haqq
18.     Kitab al-Akhlaq
19.     Kitab Tuhfah al-Faqir
20.     Kitab al-Kaukab al-Munir, Nazm Usul Ilmi al-Tafsir
21.     Tafsir Juz ‘Amma
22.     Tafsir Surah at-Naba’
23.     Kitab al-Nukhbah al-Buqisiyyah fi al-Sirah al-Nabawiyyah
24.     Majalah al-Maw’izah al-Hasanah.[16]
Gerakan Pendidikan yang dirintis oleh Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy menandai munculnya zaman baru di daerah Wajo dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Ia menjadikan lembaga pendidikan sebagai wadah membina calon-calon ulama. Bahkan beberapa di antara calon ulama yang dibinanya telah menjadi ulama kenamaan setelah ia meninggal. Keulamaan mereka seperti juga gurunya, dibuktikan dengan kiprahnya di bidang pendidikan  dan dakwah. Mereka adalah KH. Abdurrahman Ambo Dalle mendirikan Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) pada tahun 1938 di Barru, KH. Abdurrahman Pakkanna mengembangkan Yayasan Pendidikan Islam Ganra sejak taun 1950-an, KH. Daud Ismail mendirikan Yayasan Perguruan Islam di Beowe pada tahun 1961 di Soppeng, KH. Abdul Kadir Khalid, MA mendirikan Ma’hadud Dirasatil Islamiyah Wal Arabiyah (MDIA) tahun 1965 di Makassar, KH. Abduh Pabbaja mendirikan Pesantren di Pare-Pare, dan KH. Abdul Muin Yusuf mendirikan Pesantren Al-Urwatul Wutswa pada tahun 1974 di Sidrap. Meski KH. Junaid Sulaiman, pendiri Ma’had Hadits Biru bukan alumni As’adiyah, namun pendirian Pesantren tersebut tetap didukung oleh lepasan Pesantren As’adiyah.[17]
Pada waktu Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy meninggal dunia pada tahun 1952 ia sudah berhasil meletakkan dasar yang kuat bagi perkembangan pendidikan Islam di kawasan itu. As’adiyah telah menjadi pesantren inti  bagi perkembangan pesantren-pesantren lainnya, terutama dalam penyiapan calon-calon ulama yang pada gilirannya menjadi perintis berdirinya pesantren-pesantren lain di Sulawesi Selatan.[18]
Demikianlah Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy sebagai tokoh pendidik yang selama hidupnya berjuang tanpa pamrih melalui lembaga pendidikan yang didirikannnya. Hingga akhirnya beliau mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia yang menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Nararya yang dikeluarkan pada tanggal 13 Agustus tahun 1999 berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1959, dan Keppres RI No. 076/TK/Tahun 1999. Penghargaan Pemerintah terhadap Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy sebagai tokoh Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, walaupun hanya diterima oleh ahli warisnya, dapat dikategorikan sebagai tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang perlu diangkat namanya sejajar dengan tokoh pendidikan Islam lainnya di Indonesia.[19] Meskipun Anregurutta al-alimul allama al-Haj Muhammad As’ad al-Buqisy telah tiada namun pesantren yang didirikannya menjadi saksi sejarah atas ketokohannya.[20]


[1]Sitti Salmiah Dahlan, Op., Cit., h. 84.
[2]ibid., h. 85.
[3]Ibid., h. 86.
[4]ibid., h. 87.
[5]Ibid., h. 90-91.
[6]ibid., h. 128.
[7]Ibid.,
[8]ibid., h. 129.
[9]Ibid., h. 133.
[10]ibid.
[11]Ibid., h. 134.
[12]ibid., h. 135.
[13]Ibid., h. 137.
[14]ibid., h. 138.
[15] ibid., h. 23.
[16] M. Sabit AT, Op., Cit.,, h. 248-266.
[17]Abdul Kadir Ahmad, Ulama Bugis (Makassar : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2008), h. 308.
[18]Ibid., h. 309.
[19]M. Sabit AT, Op., Cit., h. 19.
[20]Matsuki HS, dan M. Ishom El-Saha, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Perkembangan Pesantren (Jakarta: DIVA PUSTAKA, 2003), h. 282.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar